Kamis, 16 Oktober 2014

Analisis Kebijakan Pertanian Indonesia Era Revormasi

 Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai banyak pulau, oleh sebab itu tak heran jika Indonesia merupakan negara yang memiliki komuditas terbanyak dalam sektor pertaniannya.
Misalnya, Indonesia merupakan penghasil biji-bijian nomor 6 di dunia, penghasil beras terbesar setelah Cina dan India, penghasil Kopi nomor 4 dunia, penghasil cengkeh nomor 1, dan masih banyak lagi hasil pertanian Indonesia di Kancah Internasional.

Menurut Monke dan Pearson (1989), politik pertanian dalah campur tangan pemerintah di sektor pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan efesiensi yang menyangkut alokasi sumber daya untuk dapat menghasilkan output nasional yang maksimal dan memeratakan pendapatan, yaitu mengalokasikan keuntungan pertanian antargolongan dan antardaerah, keamanan persediaan jangka panjang.
Dalam hal ini, kebijakan pertanian dibagi menjadi 3 kebijakan dasar, antara lain:
1.Kebijakan komoditi yang meliputi kebijakan harga komoditi, distorsi harga komoditi, subsidi harga komoditi, dan kebijakan ekspor.
2.Kebijakan faktor produksi yang meliputi kebijkan upah minimum, pajak dan subsidi faktor produksi, kebijakan harga faktor produksi, dan perbaikan kualiatas faktor produksi.
3.Kebijakan makro ekonomi yang dibedakan menjadi kebijakan anggaran belanja, kebijakan fiscal, dan perbaikan nilai tukar.
Perlunya kebijakan pemerintah dalam bidang pertanian karena beberapa hal :
1. untuk meningkatkan stabilitas input dan output
 2. Kegagalan pasar timbul karena eksternalitas. Beberapa bentuk intervensi pemerintah seperti pajak, subsidi, pengawasan regulasi perlu ditetapkan sehingga biaya penerimaan akan sepenuhnya menggambarkan biaya eksternalitas.

 Beberapa rumusan kebijakan pembangunan sektor pertanian yang penting yang disusun berdasarkan hasil kajian sebagai berikut:
(1)Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian;
(2)Kebijakan Reservasi Lahan Sawah di Jawa;
(3)Kebijakan Kemandirian Pangan Nasional;
(4)Kebijakan Penentuan Harga Dasar Pembelian Gabah;
(5)Kebijakan Peningkatan Tarif Gula untuk Meningkatkan Pendapatan Petani Tebu;
(6)Kebijakan Harga Air Irigasi;
(7)Kebijakan Tarif Impor Paha Ayam dalam Melindungi Industri Perunggasan Nasional;
(8)Kebijakan Tata Niaga dan Distribusi Pupuk Bersubsidi di Indonesia;
(9)Kebijakan Percengkehan Nasional.
  kebijakan pemerintah dalam kebijakan harga :
Harga merupakan cerminan dari interaksi antara penawaran dan permintaan yang bersumber dari sektor rumah tangga (sebagai sektor konsumsi) dan sektor industri (sebagai sektor produksi). Penetapan harga dasar oleh pemerintah menimbulkan konsekuensi lanjut terhadap pemerintah sehingga pemerintah harus ikut campur tangan dalam rantai pemasaran karena adanya imperfeksi pasaryang merugikan produsen dan atau konsumen.
Kebijakan harga produk pertanian bertujuan untuk mencapai salah satu atau kombinasi dari tujuan-tujuan berikut :
1.Kontribusi terhadap anggaran pemerintah.
2.Pertumbuhan devisa negara.
3.Mengurangi ketidakstabilan harga.
4.Memperbaiki distribusi pemasaran dan alokasi sumber daya.
5.Memberikan arah produksi, serta meningkatkan taraf swasenbada pangan dan serat-seratan. 6.Meningkatkan pendapatan dan taraf kesejahteraan penduduk.
Keadaan produsen dikatakan lebih baik apabila surplus produsen lebih tinggi dan sebaliknya keadaan konsumen dikatakan lebih baik bila surplus konsumen mengalami kenaikan. Strategi Kebijakan Pertanian dan usaha pengembangan ekonomi lebih difokuskan pada sektor yang menghidupi mayoritas penduduk yaitu penduduk di pedesaan yang berprofesi sebagai petani.
Program industrialisasi mestinya difokuskan pada aktivitas yang memiliki keterkaitan dengan kepentingan mayoritas. Pendidikan menjadi pra-syarat utama pembangunan dan ini harus dapat dijangkau oleh golongan mayoritas. Dalam pembangunan Pertanian, prioritas bukan sekedar memproduksi komoditi, tapi penciptaan nilai tambah (value added). Industrialisasi harus terkait dengan kepentingan petani sebagian besar hasil pertanian terutama perkebunan masih diolah di luar Indonesia,misalnya karet, crude plam oil/CPO, kakao, dll. Hal ini sebenarnya sangat mendukung industrialiasi, oleh karena itu sebaiknya produk bukan dijual sebagai barang mentah.Terkait dengan efisiensi, program swastanisasi/privatisasi perlu persiapan, karena liberalisasi yang terburu-buru akan sangat berbahaya. Peran dan intervensi pemerintah untuk memberi prioritas pada ”mayoritas” tetap diperlukan, bukan sepenuhnya diserahkan pada “market mechanism” (invisible hand). Perlu keseimbangan antara kepentingan pasar dan campur tangan dan atau peran pemerintah.

 Kebijakan-Kebijakan yang Sudah Dilakukan Oleh Pemerintah Era Orde Baru dan Reformasi dalam Pembangunan Pertanian :
  1. Kebijakan Pertanian di Era Orde Baru a. REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) b. Revolusi Hijau Revolisi Hijau merupakan upaya untuk meningkatkan produksi biji-bijian dari hasi penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari beragam varietas gandum, padi dan jagung yang membuat hasil panen komoditas meningkat di negara- negara berkembang. c. Pembangunan Irigasi dan Produksi Padi d. BIMAS, INMAS, INSUS dan Panca Usaha Pertanian.
  2. Kebijakan Pertanian di Era Reformasi a. SRI (System of Rice Intensification) Perkembangan pdi SRI (System of Rice Intensification) yang terkenal dengan motonya “More Rice with Less Water” atau hasil beras meningkat dengan penggunaan air yang sedikit. b. Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi Sesuai pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan melalui azas partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan hidup, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. 

Arah kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia saat ini tentang pentingnya pembangunan pertanian khususnya di pedesaan seringkali dibicarakan, namun dalam kenyataannya tetap saja pemberdayaan petani masih kurang diperhatikan.Masih lemahnya kelembagaan usaha dan kelembagaan petani. Usaha agribisnis skala rumahtangga, skala kecil dan agribisnis skala besar belum terikat dalam kerjasama yang saling membutuhkan , saling memperkuat dan saling menguntungkan. Yang terjadi adalah penguasaan pasar oleh kelompok usaha yang kuat sehingga terjadi distribusi margin keuntungan yang timpang yang justru malah merugikan para petani.

2 komentar: